Kebudayaan: Makam Janjang

Makam Janjang


Makam Jati Kusumo dan Jati Swara terletak di Desa Janjang, Kecamatan Jiken, dengan jarak

tempuh dari Kota Blora mencapai 31 kilometer atau 10 kilometer dari kantor Kecamatan

Jiken. Untuk menuju lokasi makam, memang bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua

maupun roda empat. Akan tetapi, kondisi jalan yang sebagian tak beraspal memang menjadi

tantangan para wisatawan yang hendak mendatangi makam tersebut. Kondisi alam sekitar

yang masih tampak alami serta melintasi kawasan hutan jati, tentunya menjadi obat tersendiri

untuk mencapai lokasi objek. Dengan berkendara sepeda motor, bisa ditempuh dalam waktu

30 menit dengan tingkat kecepatan sedang.

Hampir seperti kondisi makam bersejarah lainnya, di kompleks makam selalu tersedia tempat

peristirahatan bagi peziarah. Luas areal makam mencapai 1 hektare yang di dalamnya

terdapat makam Jati Kusumo dan Jati Swara, serta makam Rondo Kuning (putri yang tergilagila

ingin diperistri oleh kedua bangsawan tersebut), empat makam sahabat, bangsa sesaji,

guci berisi air yang dianggap memberikan berkah, batu pasujudan dan bangsal untuk

pertunjukan wayang krucil yang merupakan peninggalan Jati Kusumo dan Jati Swara.

Menurut cerita masyarakat setempat, Pangeran Jati Kusumo dan Pangeran Jati Swara

merupakan dua bersaudara putera dari Sultan Pajang. Selain memiliki kesaktian, keduanya

juga suka menolong dan juga suka mengembara ke berbagai daerah untuk menyebarkan

Agama Islam. Hal itu, dibuktikan dengan adanya bangunan masjid untuk mengingat jasajasanya.

Bahkan, masyarakat setempat juga rutin mengadakan upacara khusus untuk

mengenang jasa keduanya, yakni upacara “manganan jangjang” yang dilaksanakan setiap

Jumat pon pada bulan sapar (bulan jawa).

Upacara ini menyedot ratusan orang untuk berkunjung ke kawasan itu termasuk wisatawan

dari luar kota, mengingat wayang krucil yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat

dimainkan oleh dalang khusus. Hanya saja, dari sejumah tokoh pewayangan tersebut, yakni

tokoh punokawan tetap terbungkus kain mori meskipun sedang ada pegelaran wayang.

Bahkan, ketika dilakukan perawatan juga tetap dalam kondisi tertutup kain mori putih,

sedangkan tokoh wayang lainnya bisa dimainkan dan dilihat secara langsung oleh

masyarakat. Dalam penyimpanannya, khusus untuk lima wayang, termasuk di dalamnya

tokoh punokawan ditempatkan di tempat khusus dengan posisi berdiri, sedangkan yang

lainnya disimpan di dalam kotak. Meskipun dianggap sakral, warga sekitar yang memiliki

nazar masih bisa menggelar pentas wayang krucil dengan dalang khusus yang ditunjuk secara

turun temurun.

    Berita Terbaru

    ggwp
    26 Juni 2018 Jam 03:47:00

    ggwp

    Test
    26 Juni 2018 Jam 03:40:00

    sasa

    Dolor sit amet
    14 Agustus 2017 Jam 10:33:00

    Lorem ipsum dolor sit amet