Kebudayaan: Makam Gedong Ageng Jipang Panolan

Makam Gedong Ageng Jipang Panolan


Lokasi Petilasan Kadipaten Jipang Panolan berada di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Blora,

(berjarak sekitar 8 kilometer dari kota Cepu) berupa makam Gedong Ageng. Untuk

mencapai daerah Jipang, bisa ditempuh dengan kendaraan sepeda motor atau mobil. Pada

jaman itu tempat ini merupakan pusat pemerintahan Kadipaten Jipang. Di tempat ini ada

makam kerabat Kadipaten Jipang, diantaranya makam R. Bagus Sosrokusumo, R. Bagus

Sumantri, RA Sekar Winangkrong, dan Tumenggung Ronggo Atmojo. Peninggalan lainnya

adalah Makam Santri Songo, yang berada di sebelah Utara Makam Gedong Ageng, berupa

makam sembilan santri yang diduga mata-mata Pajang yang ditangkap dan dibunuh oleh

prajurit Jipang. Selain itu ada juga Petilasan Bengawan Sore, dan Petilasan Masjid Jipang

Panolan, Petilasan Semayam Kaputren, dan Petilasan Siti Hinggil.

Adipati Jipang, Arya Penangsang atau Arya Jipang, adalah anak Raden Kikin, putera kedua

Raden Patah, raja pertama Demak. Ibu Raden Kikin adalah Adipati Jipang. Putera sulung

Raden Patah yang bernama Adipati Kudus atau Pati Unus meninggal dalam ekspedisi

menyerang Portugis di Malaka, sehingga disebut sebagai Pangeran Sabrang Lor. Sepeninggal

Adipati Unus, terjadi perebutan kekuasaan antara kakak beradik Raden Kikin dan Raden

Trenggana. Raden Kikin kemudian dibunuh oleh Raden Mukmin (putra pertama Raden

Trenggana yang setelah menjadi raja bergelar Sunan Prawoto) sepulang salat Jumat di tepi

sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober. Karenanya Raden Kikin disebut

Pangeran Sekar Seda ing Lepen. Arya Penangsang, yang menjadi Adipati Jipang mewarisi

kedudukan kakeknya, kemudian membalas dendam dengan membunuh Sunan Prawoto

dengan Keris Kyai Setan Kober yang dilakukan oleh orang suruhannya yang bernama

Rangkud, dengan dukungan Sunan Kudus.

Perseteruan Arya Penangsang berlanjut dengan Hadiwijaya (Jaka Tingkir), menantu Sultan

Trenggana yang menjadi Adipati Pajang, serta dengan Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto

yang suaminya (Pangeran Hadari) dibunuh oleh orang-orang Jipang sekembalinya mereka

dari Jepara untuk menuntut keadilan dari Sunan Kudus. Dalam sebuah pertempuran di tepi

Kali Opak dengan pasukan Pajang yang dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi,

Arya Penangsang tewas oleh keris Kyai Setan Kober yang dihunusnya sendiri karena

memotong ususnya yang terburai setelah lambungnya robek terkena Tombak Kyai Plered

yang digunakan Sutawijaya.

Menurut juru kunci Makam Gedong Ageng, Salekun (50), setiap hari selalu ada pengunjung

yang datang ke makam. Tidak saja dari daerah di sekitarnya, tapi juga dari luar daerah,

terutama Solo dan Yogyakarta. Banyak juga peziarah dari Surabaya dan Jakarta. Mereka

datang dengan berbagai maksud. Ada yang sekadar ingin mengunjungi dan melihat dari

dekat peninggalan sejarah zaman Mataram Islam ini, banyak pula yang datang dengan hajat

tertentu, seperti pengusaha yang ingin sukses, pejabat yang ingin kedudukan, atau berharap 

2

kesembuhan bagi kerabat yang sakit. "Saya kerap dimintai bantuan untuk menyampaikan

maksud-maksud tersebut," ujar generasi ketiga dari trah juru kunci makam itu yang telah

sebelas tahun lebih mengabdikan dirinya.

Setiap pengunjung wisata sejarah Jipang ini harus menjaga sopan santun, terutama saat

masuk ke lingkup makam. Menurut juru kunci Salekun, ada beberapa pantangan yang tidak

boleh dilanggar saat berkunjung ke makam. Pantangan itu antara lain dilarang membawa

benda-benda yang ada di lingkungan makam, bahkan secuil tanah pun. Pengunjung juga

diminta untuk uluk salam terlebih dahulu saat akan masuk makam, dan jangan tinggi hati

atau menyepelekan hal-hal yang ada dalam kompleks makam. “Kalau pantangan-pantaangan

ini dilanggar biasanya ada kejadian yang tidak baik menimpa orang tersebut,” ujarnya.

Warga Jipang juga memiliki tradisi sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur. Tradisi ini

disebut dengan manganan dan biasanya dilakukan di makam Gedong Ageng. Setidaknya ada

tiga acara manganan, yakni saat turun hujan pertama kali, saat tanam padi, dan saat panen.

Acara ini biasanya disertai dengan pertunjukan seni tradisi, seperti ketoprak, wayang krucil,

wayang kulit, atau seni tradisi yang lain. Namun pantangannya, "kalau nanggap kethoprak

jangan sampai mengambil lakon Aryo Penangsang. Bisa berbahaya!" ungkap Salekun wantiwanti.

    Berita Terbaru

    ggwp
    26 Juni 2018 Jam 03:47:00

    ggwp

    Test
    26 Juni 2018 Jam 03:40:00

    sasa

    Dolor sit amet
    14 Agustus 2017 Jam 10:33:00

    Lorem ipsum dolor sit amet